LOVE AND MARRIAGE



Suatu ketika seorang murid bertanya kepada gurunya, Plato :
“Guru, apa itu cinta? Apa itu pernikahan? Dan bagaimana caranya mengetahui bahwa seseorang itu tepat bagi kita atau tidak?”

Plato menjawab :
“Masuklah kedalam hutan, pilih dan ambillah satu ranting yang menurutmu paling baik, tetapi engkau haruslah berjalan kedepan dan jangan kembali kebelakang. Pada saat kau sudah memutuskan pilihanmu, keluarlah dari hutan dengan ranting tersebut.”

Maka masuklah sang murid ke dalam hutan, dan setelah beberapa waktu, ia keluar tanpa membawa sebuah ranting pun. Plato bertanya kepada sang murid, mengapa ia tidak membawa apa2, dan sang murid pun menjawab :
“Saya sebenarnya sudah menemukan ranting yang bagus. tapi saya berpikir barangkali didepan saya ada ranting yang lebih baik. Tetapi setelah saya berjalan kedepan ternyata saya menyadari bahwa ranting yang sudah saya tinggalkan tadilah yang terbaik. Maka saya pun keluar dari hutan tanpa membawa apa-apa.”

Plato tersenyum, dan berkata : “Itulah cinta”

Kemudian Plato menyuruh sang murid untuk kembali ke dalam hutan, ia berkata
“Sama seperti ranting tadi, namun kali ini kau harus membawa satu pohon yang kau anggap paling baik dan bawalah keluar hutan.”

Maka masuklah sang murid kedalam hutan dan setelah beberapa saat, ia keluar membawa satu pohon yang tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu indah. Saat Plato bertanya, sang murid pun menjawab :
“Saya bertemu pohon yang indah daunnya, besar batangnya…tetapi saya tidak bisa memotongnya dan pastilah saya tidak bisa membawanya keluar dari hutan, akhirnya saya pun meninggalkannya. Kemudian saya menemui pohon yang tidak terlalu buruk, tidak terlalu tinggi dan saya pikir saya bisa membawanya karena mungkin saya tidak akan menemui pohon seperti ini lagi didepan sana. Akhirnya saya pilih pohon ini karena saya yakin mampu merawatnya dan menjadikannya indah.”

Plato tersenyum, dan berkata : “Itulah pernikahan”
kutipan dari: http://muda.kompasiana.com/2012/10/19/a-sampai-z-tentang-friendzone-496742.html


Gw dapet cerita ini dari sebuah blog menarik yang membahas soal "FriendZone" antara laki-laki dan wanita.. blognya sih mengenai kenapa wanita terus mencari laki-laki yang baik, tetapi ketika dapat, mereka hanya "menyimpan"-nya sebagai teman, dan tetap memilih "Bad Boy" untuk jadi kekasihnya.. aneh bin ajaib memang.. but that's how women works.


Tapi yang mau gw bahas sekarang adalah proses pemilihan yang terjadi disitu.
Proses bagaimana seorang laki-laki bisa dekat dengan wanita, dan kemudian melanjutkan hubungan mereka ke arah yang lebih serius - pernikahan.
Seperti cerita di atas, cinta itu sesuatu yang berupa harapan, tak berwujud dan tak masuk logika.
Ketika kita dihadapkan pada pilihan untuk mencintai seseorang, kita akan selalu berharap dan mengimpikan bahwa seseorang itu adalah seseorang yang sangat sempurna untuk kita, sangat indah dan sangat pas dengan hati kita.
Bagi seorang pemimpi, pasti sangat menyadari bahwa untuk mendapatkan hal yang diimpikan itu bukanlah sesuatu yang mudah, ataupun masuk akal. Seringkali pemimpi berharap terlalu jauh dalam impiannya dan akhirnya harus settle dengan kenyataan bahwa impiannya tidak akan tercapai sepenuhnya dan mulai berkompromi akan hasil yang didapatkannya.
Sama seperti itu, seorang pencinta akan bermimpi mendapatkan pasangan yang sangat sempurna untuknya, dan seringkali dalam membentuk karakter pasangan idaman ini, mereka menggantungkan harapan yang terlalu besar untuk dicapai. Bahkan ada pencinta yang tak pernah mendapatkan pasangan idamannya dan memilih untuk hidup menyendiri - tak berpasangan.
Impian itu bagaikan bakteri, dimana satu sisi tubuh kita sangat membutuhkannya untuk dapat bertahan, tetapi disisi lain terlalu banyak bakteri dalam tubuh kita akan sangat membahayakan.
Maka dari itu cerita di atas menunjukkan bahwa cinta merupakan mimpi, yang memberikan harapan besar bagi kita - expectation, yang kadang malah membuat kita tidak mendapatkan hasil apa-apa.

Salah satu contoh nyatanya ketika kita bertemu dengan beberapa lawan jenis kita dalam sebuah acara. Kita akan selalu tertarik dengan orang yang "paling" - paling indah, paling semangat, paling lucu, paling menarik bagi kita. Dan saking tertariknya kita dengan magnet "paling" itu, kita sampai melupakan logika, dimana pemikiran kita dikalahkan oleh hati kita karena rasa ketertarikan itu.
Ini wujud dari cinta - mimpi. Belum tentu kita akan mendapatkan orang yang "paling" itu. Mengapa kita tidak cukup hanya dengan orang yang nomer dua "paling", atau malah yang biasa saja?
Cinta - harapan dan mimpi-mimpi yang muluk meracuni pemikiran logis kita.
Ada kemungkinannya kita beruntung dan bisa mendapatkan orang yang kita cintai tersebut, tapi logikanya seringkali tidak.
Kadangkala pula, kita telah mendapatkan cinta tersebut, dan kita mulai bermimpi lebih besar lagi, sehingga kita akan membuang cinta yang telah kita dapatkan untuk mendapatkan cinta yang lebih sempurna lagi.

Nah, ada titik di hidup kita dimana kita dapat memilih untuk "cukup" dengan cinta yang kita miliki saat ini - ini saat pernikahan. Di titik itulah, pikiran dan hati kita sudah berkompromi bahwa mimpi yang akan kita capai hanya cukup seperti ini - tidak ada lebih lagi.
Maka dari itu kebanyakan pernikahan terjadi tidak seperti dongeng-dongeng dimana sang kodok menikahi sang putri, lebih banyak kepada sang laki-laki menikahi sang wanita.
Pasangan yang "cukup", tidak terlalu bagus dan tidak terlalu buruk - hasil kompromi.

Di jaman dahulu, dimana sebuah pernikahan masih diatur oleh pihak keluarga, perjodohan dan pengikat tali silaturahmi antar suku, cinta itu lebih ke arah "cukup". Tidak ada mimpi-mimpi muluk ataupun cinta diharapkan.
Manusia dahulu masih lebih humanis (maksudnya dalam hal berinteraksi dengan sesama manusia tidak "sadis" seperti sekarang ini, dimana kita dengan mudahnya memaki-maki orang lain melalui status, posting dan message tanpa harus melihat raut muka lawan bicara kita - tameng kemajuan teknologi kalau kata temen gw). Tidak pernah sedikitpun mereka berkata-kata ataupun berbuat sesuatu dengan sembrono dan tidak memikirkan konsekuensi atas perbuatannya. Jadi, lebih humanis yang gw maksud disini adalah lebih bersifat manusiawi dalam perkataan dan perbuatannya.

Saat sang orang tua memperkenalkan calon istri kepada sang anak, dia tidak akan dengan mudahnya menolak. Tidak seperti jaman sekarang, dimana sang anak dengan gampangnya mencari tahu terlebih dahulu mengenai sang calon dari internet, googling, facebook, twitter, dsb.
Dan dimulailah "proses pemilihan" yang "sadis" - dari tampang, kekayaan dan sifat - dimana sang anak dengan mudahnya menolak untuk dipasangkan dengan orang yang tidak memenuhi kriteria tertentu.
Tidak, jaman dahulu, apabila sang calon diperkenalkan, sang anak dengan berhati-hati mulai berkenalan, tetap menerimanya sebagai apa adanya, tanpa mengetahui sisi baik/buruknya terlebih dahulu. Dan apabila dari pertemuan pertama itu "cukup" mengesankan, maka perjodohan itupun dilanjutkan ke pernikahan. 
 
Setelah pernikahan terjadi dan pasangan itu mulai hidup berumah tangga berdua, barulah dimulai proses kompromi. Proses yang membuat kedua belah pihak mulai memahami satu sama lain dan mencoba untuk bertahan dengan keburukan masing-masing, dengan bonus kebaikan masing-masing.. yaa BONUS. Kenapa gw bilang bonus? karena untuk hidup berdua dengan seseorang, yang paling pertama terlihat pasti keburukan-keburukan seseorang terlebih dahulu. Ngga percaya? ingat pepatah yang mengatakan "kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak tampak" ? true story.
Maka dari itu, untuk dapat menghabiskan hidup bersama, perlu diadakan pengertian dan penerimaan atas sikap buruk dari pasangan masing-masing. Inilah proses kompromi itu. Disini diperhitungkan pula kebaikan-kebaikan yang dimiliki pasangan kita sebagai bonus tambahan untuk meningkatkan sisi positif dari keputusan yang telah kita ambil.
Kompromi ini intinya keburukan-keburukan kita dipersilangkan dengan keburukan-keburukan pasangan kita, jadi apabila kita ingin mempertahankan kebiasaan buruk kita - semisal malas, atau ingin dihormati, dll - kita pun harus memberi pengertian atas kebiasaan buruk pasangan kita - bawel, suka ngatur, dll. KOMPROMI.

Nah, untuk menambah "bumbu" di atas itu semua, kita tambahkan kebaikan pasangan kita - seperti tingkat kecakepan, kerajinan, penyayang, dll - ingat, ini hanya bonus, bukan poin utama. Karena apabila kita langsung berkompromi dari kebaikan dan keburukan pasangan kita saja, kita tidak akan dapat menilai keburukan-keburukan kita sendiri - well, bukan tidak dapat menilai, lebih kepada pembenaran bahwa keburukan kita itu sebenarnya tidak ada.. tapi kita tahu sebenarnya ada.. c'mon be true to yourself..


Satu hal lagi yang perlu diingat, perbedaan antara pernikahan jaman dahulu dan sekarang. Sekarang, saking pinternya orang-orang, maka diciptakanlah sistem pisah / cerai.Jaman dahulu jarang sekali yang namanya cerai. Kakek Nenek gw bertahan hampir satu abad (Nenek gw berumur 80 tahun sewaktu meninggal dan dia menikah pada umur 15 tahun - yaa satu abad kurang lah - but you all know what I meant).
Padahal berbagai keributan telah mereka alami, berbagai pertengkaran, dari yang kecil hingga yang besar. Yang menurut pemikiran orang jaman sekarang harusnya mereka berpisah saja. Tapi tidak, mereka tetap bertahan saling mencintai satu sama lain - hmm lebih ke arah saling menerima satu sama lain kali yaa, bukan saling mencintai, karena mungkin sampai saat terakhirnya Nenek gw ngga ngerti apa itu artinya cinta.. haha.

Bayangkan dengan saat ini, dimana perceraian terjadi dimana-mana dan berulang-ulang.. sepertinya pernikahan telah menjadi sesuatu hal yang biasa dan gampang diperjual belikan. 
NO this is wrong...!! pernikahan itu sesuatu yang sakral, yang indah dan sesuatu yang harusnya bertahan sepanjang sisa hidup kita.
Kalau menurut ajaran agama gw, malah pernikahan itu hanya boleh dilakukan satu kali, tanpa adanya perceraian - karena yang dipersatukan oleh Tuhan tidak dapat dipisahkan oleh manusia. Jadi kalau mau cerai, hmmm silahkan pasangan tersebut pindah agama - keyakinan yang harusnya merupakan dasar dari kehidupannya. Kalau berubah dari dasar, berarti selama ini yang kita jalani adalah sesuatu yang tidak benar? #dogmatis

Kembali lagi ke cerita di atas mengenai pernikahan, sang murid TIDAK BISA membawa pohon yang begitu indah dan megahnya karena keterbatasannya sebagai manusia. Maka dari itu dia memilih untuk mengambil pohon yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu indah, tetapi cukup untuk dibawanya sendiri keluar dari hutan.
Poin penting satu lagi disini adalah perkataan sang murid setelahnya.. "saya yakin mampu merawatnya dan menjadikannya indah" - BAMM... inilah seharusnya pemikiran kita mengenai pernikahan. Kita harus yakin dengan pilihan kita, kita rawat dan jadikan indah..
Kita adalah manusia yang dapat bermimpi seindah-indahnya, dimana mimpi itu lebih banyak merupakan bunga imajinasi kita. Berarti imajinasi kita itu sangat tidak terbatas - gw bisa buktiin banget ini, berhubung gw pernah ngimpi jadi superman dan melawan kekuatan jahat yang mengancam bumi dan segala isinya.. dimana akhirnya gw pun menang dan HAHAHAHA.. dipuja-puja di seluruh dunia - Maaf jadi ngelantur dikit.

Intinya, kita diberi imajinasi yang hebat oleh Sang Pencipta, dan kita harusnya bisa menggunakan imajinasi tersebut untuk kepentingan kita - seperti membuat sosok istri/suami yang telah kita pilih menjadi sosok paling indah di seluruh jagad nusantara. Hanya dengan berimajinasi - hidup dalam impian kita demi kepentingan bersama.

Walaupun naif banget - tapi hal ini yang kadangkala merupakan penolong bagi sebuah pernikahan.
Saat kita tergoda oleh sosok WIL/PIL lain yang lebih cantik - kita dapat dengan mudahnya berimajinasi bahwa sosok pasangan kita jauh lebih indah dari mereka - dan menyelamatkan pernikahan dari kehancuran karena perselingkuhan.
Saat kita tergoda oleh kehidupan pasangan lain yang lebih romantis, kita tinggal berimajinasi bagaimana kita bisa menjadi pasangan yang lebih romantis dari mereka - bukan dengan mencari pasangan lain yang lebih romantis dari pasangan kita.
Bahkan saat kita merasa sangat tidak nyaman dalam kehidupan berkeluarga kita, kita bisa menggunakan imajinasi kita untuk dapat merasakan kenyamanan yang lain di dalam ketidak-nyamanan tersebut. Banyak hal yang bisa dilakukan dengan imajinasi kita untuk mencapai hal-hal yang positif - imajinasi bukan hanya untuk hal-hal yang negatif seperti piktor, parno dan kepo.. hahaha.. hayo ngaku dah siapa sih cowo yang ngga suka piktor.. tmn gw malah piktor always all the time every second and every breath he takes katanya.. hahaha.



Untuk wrap up tulisan ini, gw hanya mau menekankan bahwa dalam sebuah pencarian cinta - seringkali kita tidak menggunakan logika, berangan terlalu tinggi dan bermimpi mendapatkan pasangan ideal kita.. sang soulmate.
Tetapi dalam sebuah pernikahan, logika itu bermain dan kompromi merupakan elemen paling penting di dalamnya. Maka dari itu biasanya kita akan berpikir panjang untuk menjalani sebuah pernikahan, tidak seperti dalam halnya kita memutuskan untuk mencintai seseorang yang bisa langsung tanpa pemikiran apa-apa ataupun tanpa berpusing-pusing ria memikirkan arah ke depannya. KOMPROMI, SALING PENGERTIAN, SALING MEMBANGUN, MERAWAT, MENJADIKAN INDAH.. itulah inti pernikahan.

Comments

Popular posts from this blog

Penyesalan itu datang di akhir, kalau di awal itu Pendaftaran

AIR MATA BUAYA

BUCKET LIST